Tak terasa waktu
telah mengakhiri kebersamaan kita. Tak terasa dua tahun telah kita lewati
bersama. Dua tahun ‘lamanya’ kita lewati bersama, suka maupun duka. Kini kita harus
berpisah, dipisahkan oleh tuntutan kehidupan menuju masa yang lebih matang,
lebih dewasa. Sebelumnya saya meminta maaf, mungkin sebagian dari kalian
menganggap ini terlalu berlebihan, atau alay, tapi sungguh saya ingin mengatakan
betapa beratnya harus berpisah dengan kalian semua.
Seharusnya saya
mengatakan ini dari dulu, tapi tidak apa-apa kan, kalau saya menulisnya di
sini? Jujur, saya akan sangat merindukan kalian semua. Saya akan merindukan suasana kelas kita. Saya
akui dulu saya memang tidak suka sekali kalau kawan-kawan semua ribut, sebagai
sekretaris, pantas dong kalau saya marah-marah terus sama kalian, itu kan untuk
kepentingan kita semua, hehehe. Tapi sekarang saya rasakan sekali Kawan, saya
rindu sekali. Saya rindu sengan bangku-bangku kelas, tempelan-tempelan di
dinding, yang kita kerjakan sampai sore hari. Masih ingat kan? Saya rindu
dengan suasana kelas saat PBM. Saat kita menyalin pekerjaan rumah teman, saat
tidak ada guru kita sibuk menyanyi-nyanyi sampai-sampai pernah Ibu Sri menegur
kita, atau berusaha menahan kantuk saat jam-jam siang…
Ah.. rasanya
sulit sekali untuk meninggalkan cerita-cerita itu. Seandainya bisa kuputar
waktu, akan kuputar lagi masa-masa itu Kawan, akan kuulang lagi semua momen
indah yang sempat terlewatkan. Tapi sayang, saya bukanlah Doraemon yang dapat
memutar waktu dengan mesin waktunya, bukan Hermonie dengan kalung waktunya, dan
saya pun bukan Sang Pemilik Waktu.
Melihatmu untuk yang terakhir kali. Saya
harap, kemarin adalah kali terakhir saya melihat kalian masih dengan nama tanpa
title apa pun. Saya yakin, beberapa tahun kemudian saya akan bertemu lagi
dengan kalian semua dengan cerita kesuksesan kalian masing-masing.Sekarang,
kita semua sibuk mempersiapkan masa depan kita, saya hanya ingin mengucapkan
Selamat berjuang Kawan! Bersama, kita raih masa depan itu! Suatu saat nanti,
jika ada umur panjang, kita pasti akan bertemu lagi.
Dari temanmu yang selalu mengaku menjadi admin Kelas,
Novel : FORGIVEN, hlm. 98-99
Penulis : Morra Quatro
“Apa?” tanyaku dengan suara pelan sekaligus bingung karena tidak
menyimak percakapannya.
Will tiba-tiba diam. Ia
berhenti, dan menundukkan wajahnya kepadaku.
“Karla, kamu percaya sama aku?”
Waktu kecil, aku pernah punya
boneka Barbie. Papa membelikannya, tapi tak lama kemudian aku meninggalkannya
karena Barbie hanya bisa berganti baju dan piknik, tidak terbang atau berjalan
sendiri seperti helicopter dan kereta api yang kemudian ku-request sendiri pada
papa. Itu adalah Barbie edisi pertama yang dijual di Indonesia. Barbie-ku
rambutnya pirang, besar bervolume, dengan mata biru yang indah. Aku suka
menatap matanya, tak habis pikir adakah orang yang punya mata biru seperti itu.
Tapi, betapa pun indah dan birunya mata Barbie-ku, keduanya tidak bersinar. Tak
bisa dirasakan kehidupan dari sana sedekat apa pun aku menatapnya.
Rasanya nyaris seperti itu
ketika kuangkat wajah menatap kedua mata Will saat ini.
“You trust me?” ia mengulang
pertanyaannya.
“Iya, William,” jawabku,
langsung merasa bersalah karena tidak mendengarkannya.
“Look, everything’s gonna turn
out fine,” ujarnya, berbisik. “okay?”
Will harus sembuh sebelum
berangkat ke Brussel. Tak ada yang bisa kulakukan untuk itu. Tapi aku bisa
membuatnya senang.
“I trust you,” kataku.
Will lalu mengangkat tangannya,
menyentuh pipiku. “Kamu ngak nangis, kan?”
“Engak, Will.”
Ia merabanya, pelan, dan aku
berdiri tegak mematung, piring cake terangkat di tangan kanan. Tidak ia temukan
air mata di sana. Aku lega meskipun rasanya itu pasti terjadi kalau aku
berkedip satu kali saja. Ibu jarinya turun mengikuti lekuk pipiku. Lalu ia
berhenti, menemukan sehelai bulu mata yang jatuh di sana (sempat-sempatnya,
bisa-bisanya dia tidak melewatkan satu detail pun), dan mengambilnya.
“Good. That’s my girl.”
Will memang tidak pernah menjadi
juara kelas. Tapi dia anak yang cerdas. Aku yakin, pasti ia akan menjadi
seseorang yang hebat saat dewasa kelak. Dengan atau tanpa Nobel Fisika itu.
Lalu aku berjanji dalam hati.
Ucapku, apabila Tuhan mengembalikan segalanya seperti sedia kala, dan semuanya
baik-baik saja setelah ini, maka aku akan memberikan apa pun yang bisa kuberi
untuk Will.
***
SETELAH DIREMIX...
Setelah terjadinya gempa besar di akhir abad 21, para ilmuan dan
peneliti di seluruh dunia berbondong-bondong melakukan riset dan penelitian
untuk memperbaiki lagi dunia yang rusak akibat bencana tersebut. Kerusakan
besar yang ditumbulkan, membuat mereka mulai menata ulang kembali peradaban
manusia yang baru dengan menggunakan teknologi super canggih yang pernah ada.
Robot-robot yang dapat bergerak cepat tanpa memerlukan tenaga yang besar, kini
diturunkan di segala aspek untuk membantu memperbaiki kerusakan tersebut.
Tidak lama sekitar 20 tahun setelah bencana besar, peradaban manusia
tumbuh dengan pesat. Jauh berbeda bila dibanding peradaban sebelumnya. Dulu, di
abad 21, manusia mengenal mobil sebagai alat transportasi darat, kin,i langit
dipenuhi dengan AC atau Air Car berbagai bentuk karena di darat
diperuntukkan hanya untuk pejalan kaki. Pesawat terbang tidak dipergunakan lagi
karena ukurannya yang besar sedangkan gedung-gedung tinggi berdiri di
mana-mana.
Manusia pun tidak perlu bersusah payah lagi melakukan aktivitas
berat karena segalanya diatur dengan mesin. Robot rumahan atau ‘House’s Robot’ yang dapat melakukan
pekerjaan rumah seperti menyapu, memasak, mencuci dan sebagainya, diproduksi
secara besar-besaran. Akibatnya, manusia menjadi malas bekerja. Pengangguran
pun terjadi di mana-mana, karena pekerjaan yang mereka tempati telah memiliki
robot canggih yang dapat menyelesaikan pekerjaan lebih cepat dibanding tenaga
mereka. Kerusuhan dan peperangan tidak dapat dielakkan. Nuklir, senjata
biologis, dan senjata mematikan lainnya sudah tidak tabu lagi. Banyak
pemerintah Negara yang menggunakannya dengan alasan pertahanan negara.
Perkembangan yang pesat ternyata tak sejalan dengan perdamaiannya.
***
New York City, AS 2045
“Apa?” suara Karla terasa tercekat ketika mengatakan kata itu.
Perasaan kecewa dan takut seketika menjadi satu, berkumpul di dadanya yang kian
menyesakkan. Ia tatap lagi para ilmuan yang berdiri di depannya untuk
meyakinkan apa yang telah mereka katakan tadi. Hanya sebagian yang memerhatikan,
sebagian lain sibuk memeriksa sebuah cocoon
atau kapsul mirip kepompong yang rencananya akan digunakan tentara Amerika untuk
berperang. Pesawat tempur model baru, tetapi dapat digunakan di darat, udara,
maupun laut. Bahannya pun sangat elastic sehingga tahan terhadap benturan
keras.
Rencananya, cocoon ini akan diuji coba hari ini. Karla tidak
menyangka kalau yang akan mencobanya adalah seseorang yang sangat dicintainya.
Ia mungkin tidak akan sepusing ini jika yang melakukannya orang lain. Jujur, ia
sangat benci yang namanya uji coba. Kesalahan sedikit pun akan berakibat fatal
kepada orang yang akan ‘diujicobakan’.
Karla menatap sosok tampan di depannya, William. Kini ia sudah berganti
pakaian, duduk di sebuah tempat khusus penuh kabel-kabel beraliran listrik. Ia
sedang di-cek up sebelum masuk ke dalam cocoon
tersebut. Ingin rasanya Karla mengamuk di tempat itu, tapi ia tahu Will tidak
akan menyukai hal itu. Dia sangat mencintai pekerjaannya. Karla sendiri tidak
tahu apakah penelitian itu lebih dicintainya daripada dirinya.
Mereka telah lama saling kenal, setelah lima tahun bekerja sama di
tempat itu. Mereka sudah berencana menikah
setahun lalu tetapi selalu gagal dikarenakan penelitian itu. Karla selalu
bersabar. Ia paham akan pentingnya pekerjaan William. Pekerjaannya juga. Karla
pura-pura sibuk melihat kertas-kertas di atas mejanya ketika melihat Will
berjalan ke arahnya.
Seakan membaca pikirannya, Will menggenggam tangan Karla, “Karla,
kamu percaya sama aku?”. Karla menghembuskan nafas berat, lalu manatap Will
sambil mengangguk pasti.
“You trust me?” William sengaja mengulanginya. Ia memang selalu
seperti itu. Menurutnya anggukan kepala bukanlah sebuah jawaban yang pasti. Dan
meyakinkan.
“Iya, William,”
Willian tersenyum puas. Ia kemudian pergi ke ruang cocoon setelah mencium kening Karla.
Gadis itu hanya tersenyum, berusaha menyembunyikan kekhawatirannya. Di balik
kaca ia melihat Will masuk ke dalam kapsul berwarna hitam itu.
Bunyi mesin power yang dinyalakan cukup membuat hati Karla berdegup
kencang. Sambil menutup mata, Ia berharap tidak terjadi apa-apa menjelang
pernikahannya sebulan lagi. Tidak lagi, setelah dua kali mengalami kegagalan.
Karla membuka matanya ketika mendengar suara riuh tepuk tangan dan goraian dari
orang-orang disekitarnya.
Di sana, di dalam ruangan yang luas, ia melihat Will terbang kian
kemari menyalakan beberapa senjata mematikan dari dalam kapsul itu. Karla
tersenyum. Proyek lima tahun itu berhasil. Ia pasti sangat bangga.
Will akhirnya keluar dari cocoon
dan langsung menemui Karla.
“Look, everything’s gonna turn out fine,” katanya sambil tertawa.
“Okey?” tanyanya lagi berusaha membuat gadis itu jengkel. Karla hanya mengacak
rambutnya pelan. Ia masih terbawa suasana.
Dalam perjalanan pulang, Karla memperhatikan Will yang duduk di
sebelahnya. Ia seharusnya percaya sepenuhnya kepada Will. Lima tahun seharusnya
cukup membuatnya percaya. Mungkin ia terlalu mengkhawatirkannya. Will yang
melihat tatapan Karla langsung mengedipkan matanya.
“I trust you,” Karla berbisik. Lelaki itu tersenyum, “Kamu ngak
nangis, kan?” godanya lagi.
Sambil tertawa pelan, Karla mencium keningnya. “Enggak, Will.”
“Good. That’s my girl.”
Will merangkul gadis itu. Ia tahu gadis itu telah bersabar
menunggunya. Kali ini, ia tidak akan membuatnya menunggu lagi. Ya, sebulan lagi
ia pasti akan menetapi janjinya. William sangat menyayanginya.
“Auw!! Mbok
pelan-pelan dong..” kataku. Mbok Biah yang sedang membersihkan luka-lukaku
menghaluskan usapannya di wajahku. Luka-luka ini kudapatkan akibat tawuran
melawan siswa Tunas Bangsa kemarin. Untung saja ayah tidak mengetahui hal ini.
“Yah, Bang Dino sih, nakal banget.
Berkelahi saja kerjanya…” jawab Mbak Biah.
“Hehehe, aku memang ingin jadi
seorang ahli karate Mbk..” jawabku sambil tersenyum.
“Lah, kalau mau jadi begitu kenapa
tidak sekolah di sekolah khusus olahraga?” Tanya Mbak Biah lagi. Aku tertawa
dalam hati. Mana mungkin ayah mau mengizinkanku sekolah seperti itu? Ia sudah
mentadirkanku untuk menjadi pewaris perusahaannya. Tidak ada kesempatan bagiku
untuk melakukan sesuatu sekehendak hatiku. Aku meringis dalam hati.
Tiba-tiba Pak Darus datang
tergopoh-gopoh. Dari mukanya sudah kutebak sesuatu buruk terjadi. Pak Darus
datang sambil membawa sepucuk surat. Dengan tangan bergetar, aku menerima surat
tersebut yang akhirnya kuketahui surat itu dari pihak sekolah.
Aku membacanya dengan seksama. Surat
itu menuliskan bahwa aku telah dikeluarkan dari sekolah akibat kenakalanku yang
dianggap sudah melewati batas. Tiba-tiba air mataku keluar. Aku menangis. Entah
karena surat itu atau karena mengingat kedua orang tuaku. Saat itu, aku terus
menangis membayangkan sikap ayahku nanti mengetahui ini semua.
Malam itu aku tidak bernafsu makan.
Aku lebih memilih berdiam diri di kamar ketimbang bermain PS bersama adikku.
Entah adikku mengetahuinya atau tidak, tapi kayaknya dia tidak mau menggangguku
untuk sementara waktu.
Besoknya ayahku mengetahui kejadian
itu. Mukanya memerah karena marah. Dengan sebuah rotan panjang di tangannya,
dia mulai mekulku habis-habisan. Aku diam saja sambil menahan pukulan ayah.
“Kamu mau jadi apa hah?? Mau jadi
preman kamu? Kamu sangat memalukan keluarga!! Kamu..” Ayah tak mampu berkata
apa-apa. Tangannya terus memukul punggungku. Ibu dan adikku hany melihatku.
Mereka tak kuasa menolongku. Adikku terus menangis setiap kali ayah
mencambukkan rotannya kepadaku. Di saat-saat seperti itu, tiba-tiba bel rumah
berbunyi.
Ibu membukakan pintu dan ternyata
beberapa orang dari sekolah adikku datang. Mereka adalah kepala sekolah, wakil
kapala sekolah, wali kelas adikku, dan seorang ibu setengah baya yang tidak
kuketahui. Begitu melihatnya, adikku
langsung pucat pasi.
Ayahku mempersilahkan mereka duduk.
Setelah melalui basa basi yang cukup panjang, akhirnya mereka mengatakan maksud
kedatangannya. Dan… Oh, tidak! Ternyata mereka mengatakan kalau adikku sudah
mencuri uang kantin. Awalnya ayah dan ibuku tidak percaya tetapi setelah
melihat rekaman kamera yang terdapat di kantin sekolah, akhirnya mereka
mengakuinya. Di rekaman itu terlihat dengan sangat jelas bahwa adikku sedang
mengambil uang di laci kantin.
Ayah meminta maaf sebesar-besarnya
kepada pihak sekolah dan segera mengganti jumlah uang yang dicuri adikku.
Setelah berbicara sebentar dengan adikku, akhirnya mereka pulang. Kami pun di
sidang malam itu. Ayah mulai mengambil rotannya dan memukulkannya pada adikku.
Ibuku berusaha menghalangi tapi tetap saja tidak menyulutkan kemarahan ayah.
“Ada apa dengan kalian?? Kalian ini
benar-benar memalukan!!” teriak ayah marah. Adikku hanya diam ketika dipukul.
Kuat juga dia dipukul sekeras itu.
“Mas! Jangan seperti itu! Kasihan
Dion.. dia masih kecil..” bela Ibu.
“Biar saja! Biar mereka semua kapok!!
Kamu mau apakan uang itu? Apa uang yang ayah beri tidak cukup??” Ayah mulai
memukulkan rotan lagi.
“Ayah!! Cukup!! Dion masih kecil!
Ayah memang tidak pernah peduli!!” Kataku marah. Aku memeluk tubuh adikku. Ayah
yang sudah terlanjur marah kembali memukulkan rotan ke arahku.
“Lihat!
Anak-anakmu seperti ini karena kamu tidak pernah mengurusnya dengan baik!”
teriak ayah pada ibu.
“Apa?? Kesalahan
ibu?? Ini juga salah ayah! Ayah juga seharusnya ikut andil! Jangan menyalahkan
ibu terus!!” Ibu membela diri. Entah mengapa tiba-tiba mereka bertengkar.
Pertengkaran yang tidak pernah kami saksikan selama ini.
Di tengah
pertengkaran itu, tiba-tiba adikku menangis. Dengan tersedu-sedu ia berkata,”Ja….jangan
ber..tetete..tengkar… a..aku minta…. maaf…sebenarnya uang itu ingin kubelikan
tiket untuk ayah dan ibu.. besok kompetisi caturku dimulai.. aku hanya ingin
ayah dan ibu datang… semua kartuku sudah kujual tapi uangnya tidak cukup….”
Kasihan adikku.
Mereka terlalu sibuk dengan urusan mereka sendiri sehingga tidak mengetahui
kompetisinya. Ayah, ibu dan aku hanya diam mendengar penjelasannya.
"So, did you meet him?" said a young lady to another lady who sit next to her.
"Hmm... who?" said the girl who asked. She looked childish with her blue dress.
"That calmly man, Dea??" said herfriend annoyed.
"hmm.. yeah.."
Herfriend looked at her incredulously, " so what did he say?" said her again.
Dea stopped her job. she stared out the window. she remembered her trip a few weeks ago.
^^
A few weeks ago...
It was saturday when she meet him in a mini bus. A mini tour bus.
She never knew that she had to meet him again in a situation like this. Long after Dea's high school graduation. she didn;t know why. wheater because of both of them were too busy or they know that their relation were not experienced significant progress.
Dea and that man loved each other. but they never reveal to each other. They were a closed friend. But they never discussed about their feeling. They just let their relation as established as it can.
It was a long time they didn;t meet. She didn't expect that he would be a tour guide in her trip. 'Their' trip. he didn't change much. Tall and stocky body that were not equivalent with his job as a tour grade. Howeever, what he was now, that was his fate. alsp Dea's fate.
"Hi.. how are you?" he said.
"Good.." said dea, briefly.
"By the way, congrats of your marriage. I hope you're happy.." he said, to the point.
Dea just smiled. Also he was. This week was Dea's trip with her husband in Japan. That was Dea's honey moon. Somehow, she felt there was a regret behind that man's smiling.
***
Gmana cerita di atas?? bagus nngak?? cerita di atas hasil karya sendiri loh.. kebetulan ada tugas bhs inggris, jadi sekalian di-postkan. Pasti semua ngerti kan bhs. inggris. jadi, kalo ada salah keta dan tulisan, mohon dimaklumi. komentar dan saran sangat diterima.^^
Salam Kenal!
Halo, perkenalkan namaku Disha.
Maaf kalau tulisan ini masih jelek banget, atau bahasa gaul sekarang 'alay'. Maklum, masih baru. Masih belum ngerti apa-apa soal blog. Buat blog ini saja saya mesti dibimbing sama kakak.. (hehehe, ketahuan.. ;) ). Tapi Insya Allah, tulisan-tulisan selanjutnya saya coba tingkatkan. Mohon doanya ya..
Berhubung ini masih awaaaal banget, jadi saya hanya mau share dikit tentang bagaimana cara saya buat blog ini. Jujur saja, blog saya masih sederhana banget kan?? Masih biasa banget. Nah, itu dia, namanya juga masih baru. Butuh beberapa kali pengeditan identitas untuk buat blog ini. Plus-plus buat email baru.. (hihihi, sekedar info, sebenarnya saya sudah punya blog tapi saya lupa alamat blognya). Makanya, saya kan usahakan supaya blog bari ini (Cie.. blog baru..) tetap aksis, ndag mati di makan zaman (???).
Oke, oke, kayaknya sudah mulai agak aneh nih tulisan saya. Mohon dimaklumnya, namanya juga blog baru..
Hmm.. kayaknya saya kebanyakan ngomong nih, jadi kayaknya postingan pertama saya sudah dulu ya. ndak apa-apa kan? Ndag apa-apa dong.. namanya juga masih baru.. Hehehe..
Oh, iya.. saya senang sekali bisa bergabung di sini. Terima kasih sudah mau membaca postingan jelek ini. Semua yang ingin menjadi teman saya, saya terima dengan senang hati. Oke deh, sudah dulu ya.... bye bye..