Selasa, 04 Maret 2014

RMK HUKUM PAJAK PAJAK PENGHASILAN –Terminologi-Subyek dan Obyek Pajak- Konsep Nilai dalam Perpajakkan- Penyusutan Dan Amortisasi-Pengalihan Harta Dan Persediaan


*      PAJAK PENGHASILAN
Undang-Undang No. 36 tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (PPh)  mengatur pengenaan pajak penghasilan terhadap subyek pajak berkenaan dengan penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak.
Pajak Penghasilan merupakan jenis pajak subjektif yang kewajiban pajaknya melekat pada Subjek Pajak yang bersangkutan, artinya kewajiban pajak tersebut dimaksudkan untuk tidak dilimpahkan kepada Subjek Pajak lainnya. Oleh karena itu dalam rangka memberikan kepastian hukum, penentuan saat mulai dan berakhirnya kewajiban pajak subjektif menjadi penting.
ü  Subjek Pajak Penghasilan, Subjek PPh adalah orang pribadi; warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak; badan; dan bentuk usaha tetap (BUT). Subjek Pajak terdiri dari
1.      Subjek Pajak Dalam Negeri, Subjek Pajak Dalam Negeri adalah :
- Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia atau yang berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia.
- Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, meliputi Perseroan Terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik atau organisasi yang sejenis, lembaga, bentuk usaha tetap dan bentuk badan lainnya termasuk reksadana.
- Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak.

2. Subjek Pajak Luar Negeri. Subjek Pajak Luar Negeri adalah :
- Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui BUT di Indonesia;
- Orang Pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang dapat menerima atau memperoleh panghasilan dari Indonesia bukan dari menjalankan usaha atau;
- melakukan kegiatan melalui BUT di Indonesia.

Adapun yang Tidak termasuk Subjek Pajak, adalah (1) Badan perwakilan negara asing; (2)Pejabat perwakilan diplomatik, dan konsulat atau pejabat-pejabat lain dari negara asing dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama-sama mereka, dengan syarat bukan warga Negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut, serta negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik. (3) Organisasi-organisasi Internasional yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan dengan syarat; Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut; tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia selain pemberian pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal dari iuran para anggota.
(4) Pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan dengan syarat : bukan warga negara Indonesia; dan tidak menjalankan usaha atau kegiatan atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia.
ü  Obyek Pajak, berdasarkan Pasal 4 ayat (1) UU Pajak Penghasilan (PPh) adalah Penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangutan dengan nama dan dalam bentuk apapun, antara lain:
1.             Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh, termasuk : gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam UU PPh.
2.             Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan.
3.             Laba usaha.
4.             Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta, termasuk:
a)    keuntungan karena penglihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal;
b)   keuntungan yang diperoleh perseroan, persekutuan dan badan lainnya karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu, atau anggota;
c)    keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, atau pengambilalihan usaha;
d)   keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan atau sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, dan badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan (Permenkeu No.245/PMK.03/2008), sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan;
e)    keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau seluruhhak penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan, atau permodalan dalam perusahaan pertambangan;
5.             Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya.
6.             Bunga termasuk premium, diskonto dan imbalan karena jaminan pengembalian uang.Premium terjadi apabila misalnya surat obligasi dijual di atas nilai nominalnya sedangkan diskonto terjadi apabila surat obligasi dibeli di bawah nilai nominalnya. Premium tersebut merupakan penghasilan bagi yang meneritkan obligasi dan diskonto merupakan penghasilan bagi yang membeli obligasi dan diskonto merupakan penghasilan bagi yang membeli obligasi.
7.             Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk deviden dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi.Pengetian deviden termasuk pula pembagian laba,  pembayaran kembali karena likuidasi yang melebihi jumlah modal yang disetor, pemberian saham bonus yang dilakukan tanpa penyetoran termasuk saham bonus yang berasal dari kapitalisasi agio saham pembagian laba dalam bentuk saham, dan sebagainya.
8.      Royalti, adalah imbalan sehubungan dengan penggunaan, hak atas harta tak berwujud, misalnya hak pengarang, paten, merk dagang, formula, atau rahasia perusahaan; hak atas harta berwujud, misalnya hak atas alat-alat industri, komersial, dan ilmu pengetahuan.
9.      Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta.
  1. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala.
  2. Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
  3. Keuntungan karena selisih kurs mata uang asing.
  4. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva.
  5. Premi asuransi.
  6. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas.
  7. Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak.
  8. Penghasilan dari usaha berbasis syariah.
  9. Imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang mengatur mengenai ketentuan umum dan tatacara perpajakan (UU No.6 Tahun 1983 sttd UU No.28 Tahun 2007)
  10. Surplus Bank Indonesia.

Penghasilan yang menjadi objek pajak dapat dikelompokkan dalam 4 (empat) kelompok, yaitu :
1.    Penghasilan dari pekerjaan dalam hubungan kerja dan pekerjaan bebas seperti gaji, honorarium, penghasilan dari praktik dokter, notaris, aktuaris, akuntan, pengacara, dan sebagainya;
2.    Penghasilan dari usaha dan kegiatan;
3.    Penghasilan dari modal, yang berupa harta gerak ataupun harta takgerak seperti bunga, deviden, royalti, sewa, keuntungan penjualan harta atau hak yang tidak dipergunakan untuk usaha, dan lain sebagainya;
4.    Penghasilan lain-lain, seperti pembebasan utang, hadiah, dan sebagainya.

Berdasarkan Pasal 4 ayat 1 UU PPh, definisi penghasilan yang terutang atau dikenakan PPh mempunyai unsur sebagai berikut :
1.    Tambahan kemampuan ekonomis
2.    Yang diterima atau diperoleh oleh wajib pajak
3.    Baik yang berasal dari Indonesia maupunyang berasal dari luar Indonesia
4.    Yang dipakai untuk konsumsi maupun yang dipakai untuk menambah kekayaan
5.    Dengan nama dan bentuk apapun

Penghasilan Yang Bukan Objek Pajak
Berdasarkan Pasal 4 ayat (3) UU PPh, jenis penghasilan yang tidak termasuk sebagai objek pajak, sehingga tidak terutang PPh meskipun diterima atau diperoleh oleh subjek pajak adalah :
1.      a. Bantuan atau sumbangan , termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima zakat yang berhak atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima sumbangan yang berhak, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah ( diatur dalam PP No. 18 tahun 2009 : zakat diterima badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan pemerintah , dan sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib diterima lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan pemerintah).
b. Harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satuderajat, dan oleh badan keagamaan atau badanpendidikan atau badan sosial termasuk yayasan, koperasi atau orang pribadi atau badan social termasik yayasan, koperasi atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (Permenkeu No 245/PMK.03/2008) sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikanatau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan.
2.      Warisan
3.      Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai pengganti penyertaan modal. 
4.      Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaana atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan atau kenikmatan dari wajib pajak atau pemerintah, kecuali yang diberikan oleh : bukan wajib pajak, WP yang dikenakan pajak secara final atau WP yang menggunakan Norma Penghitungan Khusus (deemed profit) sebagaimana dimaksud pasal 15.
5.      Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna dan asuransi beasiswa.
6.      Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai wajib pajak dalam negeri, koperasi, BUMN atau BUMD, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat :
    1. Dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan
    2. Bagi perseroan terbatas, BUMN/BUMD yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% dari jumlah modal yang disetor.
7.      Iuran yang diterima atau diperoleh dana pension yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawa.i
  1. Penghasilan dari modal yangditanamkan oleh dana pensiun dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan dengan keputusan Menteri Keuangan.
  2. Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma dan kongsi termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif
  3. Bunga obligasi yang diterima atau diperoleh reksadana selama 5 tahun pertama sejak tanggal pendirian atau tanggal kontrak ( ketentuan ini tidak tercantum lagi dalam UU No. 36 tahun 2008 sehingga dihapus sejak 1 Januari 2009 dan merupakan Objek pajak )
  4. Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura bberupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia dengan syarat badan pasangan usaha tersebut :
    1. Merupakan perusahaan kecil, menengah atau yang mejalankan kegiatan dalam sector-sektor usaha yang ditetapkan dengan keputusan Menteri Keuangan
    2. Sahamnya tidak diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia 
  5. Beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan ( Permenkeu No 246/PMK.03/2008 : diterima WNI untuk pendidikan di dalam negeri pada tingkat pendidikan dasar, menengah dan tinggi, terdiri dari : biaya pendidikan yang dibayarkan ke sekolah, biaya ujian, biaya penelitian terkait bidang studinya, pembelian buku dan biaya hidup yang wajar di lokasi belajar)
  6. Sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang bergerak di bidang pendidikan dan atau bidang penelitian dan pengembangan, yang telah terdaftar pada instansi yang membidanginya, yang ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan atau penelitian dan pengembangan, dalam jangka waktu paling lama 4tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan
  7. Bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial kepada wajib pajak tertentu yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarka Peraturan Menteri Keuangan (Permenkeu No 247/PMK.03/2008: Jamsostek, Taspen, Asabri, Askes, badan hokum lainnya penyelenggara Program Jaminan Sosial).

*      PENYUSUTAN DAN AMORTISASI
Penyusutan dan amortiasi merupakan konsep alokasi harga perolehan harta tetap berwujud, dan amortisasi merupakan konsep alokasi harga perolehan harta tetap tidak berwujud dan harga perolehan harta sumber alam.
Untuk menghitung besarnya penyusutan harta tetap berwujud dibagi menjadi dua golongan, yaitu:
1.      Harta berwujud yang bukan berupa bangunan, terdiri dari empat kelompok, yaitu:
a)      Kelompok 1, kelompok harta tak berwujud bukn bangunan yang mempunyai masa manfaat 4 tahun.
b)      Kelompok 2, kelompok harta tak berwujud bukn bangunan yang mempunyai masa manfaat 8 tahun.
c)      Kelompok 3, kelompok harta tak berwujud bukn bangunan yang mempunyai masa manfaat 16 tahun.
d)     Kelompok 4, kelompok harta tak berwujud bukn bangunan yang mempunyai masa manfaat 20 tahun.
2.      Harta berwujud yang berupa bangunan, dibagi menjadi dua, yaitu:
a)      Permanen, masa manfaatnya 20 tahun
b)      Tidak permanen, bangunan yang bersifat sementara, terbuat dari bahan yang tidak tahan lama, atau bangunan yang dapat dipindah-pindahkan. Masa manfaatnya 10 tahun.
Metode dan Tarif Penyusutan
            Metode penyusutan  yang dipergunakan adalah metode garis lurus,  adalah penyusutan dalam bagian-bagian yang sama besar selama masa manfaat yang ditetapkan bagi harta tersebut. Kedua, metode penyusutan dengan saldo menurun adalah penyusutan dalam bagian-bagian yang menurun dengan cara menerapkan tarif penyusutan atas nilai sisa buku. Cara perlakuan nilai sisa buku suatu aktiva tetap pada akhir masa manfaat yang disusutkan dengan metode saldo menurun adalah nilai sisa buku suatu aktiva pada akhir masa manfaat yang disusutkan dengan metode saldo menurun harus disusutkan sekaligus.
            Tabel berikut menggambarkan pengelompokkan harta berwujud, metode, serta tarif penyusutannya:
            Saat penyusutan dapat dimulai pada:
·         Bulan dilakukannya pengeluaran
·         Untuk harta yang masih dalam pengerjaan, penyusutannya dimulai pada bulan pengerjaan harta tersebut selesai
·         Dengan ijin dari Direktur Jendral Pajak, penyusutan dapat dimulai pada bulan harta berwujud mulai digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan atau pada bulan harta tersebut mulai menghasilkan.
Harta tak berwujud pada Amortisasi digolongkan menjadi;
a)      Kelompok 1, kelompok harta tak berwujud bukn bangunan yang mempunyai masa manfaat 4 tahun.
b)      Kelompok 2, kelompok harta tak berwujud bukn bangunan yang mempunyai masa manfaat 8 tahun.
c)      Kelompok 3, kelompok harta tak berwujud bukn bangunan yang mempunyai masa manfaat 16 tahun.
d)     Kelompok 4, kelompok harta tak berwujud bukn bangunan yang mempunyai masa manfaat 20 tahun.
Metode dan Tarif Amortisasi
Ketentuan mengenai amortisasi harta tak berwujud di atur dalam pasal 11 A UU PPh sebagai berikut:
  • Pengeluaran untuk memperoleh harta tak berwujud dan pengeluaran lainnya yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun dan digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan di amortisasi sesuai tarif dalam tabel berikut :
Kelompok Harta
Berwujud
Masa
Manfaat
Tarif Penyusutan sebagaimana
dimaksud dalam
Ayat (1)
Ayat (2)
I.   Bukan bangunan
     Kelompok 1
     Kelompok 2
     Kelompok 3
     Kelompok 4   

4 tahun
8 tahun
16 tahun
20 tahun 

25%
12,5%
6,25%
5%

50%
25%
12,5%
10%
  • Pengeluaran untuk biaya pendirian dan biaya perluasan modal suatu perusahaan dibebankan pada tahun terjadinya pengeluaran atau diamortisasi sesuai dengan table masa manfaat dan tariff amortisasi.
Amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan pengeluaran lain dibidang penambangan minyak dan gas bumi dilakukan dengan menggunakan metode satuan produksi. Metode satuan produksi diakukan dengan menerapkan persentasi amortisasi yang besarnya setiap tahun sama dengan persentase perbandingan antara realisasi penambangan minyak dan gas bumi pada tahun yang bersangkutan dengan taksiran jumlah seluruh kandungan minyak dan gas bumi dilokasi tersebut yang dapat diproduksi. Apabila ternyata jumlah produksi yang sebenarnya lebih kecil dari yang diperkirakan, sehingga masih terdapat sisa pengeluaran untuk memperoleh hak atau pengeluaran lain, maka atas sisa pengeluaran tersebut boleh dibebankan sekaligus dalam tahun pajak yang bersangkutan 
Amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak penambangan selain minyak dan gas bumi, hak pengusahaan hutan, dan hak pengusahaan sumber alam serta hasil alam lainnya, dilakukan dengan menggunakan metode satuan produksi paling tinggi 20% setahun.
*      PENILAIAN HARTA DAN PERSEDIAAN BARANG
Harga perolehan atau harga penjualan dalam hal terjadi jual beli harta yang tidak dipengaruhi hubungan istimewa adalah jumlah yang sesungguhnya dikeluarkan atau diterima, sedangkan apabila terdapat hubungan istimewa adalah jumlah yang seharusnya dikeluarkan atau diterima.
Nilai perolehan atau nilai penjualan dalam hal terjadi tukar-menukar harta adalah jumlah yang seharusnya dikeluarkan atau diterima berdasarkan harga pasar. Nilai perolehan atau pengalihan harta yang dialihkan dalam rangka likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, atau pengambilalihan usaha adalah jumlah yang seharusnya dikeluarkan atau diterima berdasarkan harga pasar, kecuali ditetapkan lain oleh Menteri Keuangan.
Dasar penilaian harta yang dialihkan dalam rangka bantuan sumbangan atau hibah :
Ø  yang memenuhi syarat sebagai bukan Objek Pajak bagi yang menerima pengalihan, sama dengan nilai sisa buku dari pihak yang melakukan pengalihan atau nilai yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak;
Ø  yang tidak memenuhi syarat sebagai bukan Objek Pajak bagi yang menerima pengalihan, sama dengan nilai pasar dari harta tersebut.

Dasar penilaian harta yang dialihkan dalam rangka penyetoran modal bagi badan yang menerima pengalihan, sama dengan nilai pasar dari harta tersebut. Persediaan dan pemakaian persediaan untuk penghitungan harga pokok dinilai berdasarkan harga perolehan yang dilakukan secara rata-rata atau dengan cara mendahulukan persediaan yang diperoleh pertama ( FIFO ).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar